Sejarah Agama Budha di Indonesia Masa Kerajaan Hindu Budha

kagyu-asia – Sejarah Agama Budha di Indonesia Masa Kerajaan Hindu Budha. Agama Buddha di Indonesia mempunyai asal usul lama. Di Indonesia sepanjang masa administrasi Sistem Terkini, ada 5 agama sah di Indonesia, bagi pandangan hidup negeri Pancasila, salah satunya tercantum Agama Buddha. Kepala negara Soeharto sudah menyangka agama Buddha serta Hindu selaku agama klasik Indonesia.

Agama Buddha ialah salah satu agama tertua yang terdapat di bumi. Agama buddha berawal dari India, persisnya Nepal semenjak era ke- 6 SM serta senantiasa bertahan sampai saat ini.

Baca Juga : Persebaran Agama Budha di Era Klasik dan Modern

Agama Buddha bertumbuh lumayan bagus di wilayah Asia serta sudah jadi agama kebanyakan di sebagian negeri, semacam Taiwan, Thailand, Myanmar serta yang lain. Agama Buddha setelah itu pula masuk ke nusantara(saat ini Indonesia) serta jadi salah satu agama tertua yang terdapat di Indonesia dikala ini.

Buddhisme yang menabur di nusantara pada awal mulanya merupakan suatu agama intelektual, serta cuma sedikit berhubungan dengan supernatural. Tetapi dalam prosesnya, keinginan politik, serta kemauan penuh emosi individu buat aman dari bahaya- bahaya di bumi oleh wujud dewa yang kokoh, sudah menimbulkan perubahan dalam agama Buddha.
Dalam banyak perihal, Buddhisme merupakan amat egois, ialah seluruh orang, bagus laki- laki ataupun perempuan bertanggung jawab buat spiritualitas mereka sendiri.

Siapapun dapat berkondictionarylasi seorang diri; candi tidak dibutuhkan, serta tidak terdapat pendeta yang dibutuhkan buat berperan selaku perantara. Warga sediakan menara serta kuil- kuil cuma buat menginspirasi kerangka benak yang pas buat menolong pemeluk dalam dedikasi serta pemahaman diri mereka.

Walaupun di Indonesia bermacam gerakan melaksanakan pendekatan pada anutan Buddha dengan cara- cara yang berlainan, fitur penting dari agama Buddha di Indonesia merupakan pengakuan dari” 4 Bukti Agung” serta” Jalur Penting Berunsur 8″.

4 Bukti Agung mengaitkan pengakuan kalau seluruh kehadiran dipadati beban; asal mula beban merupakan kemauan buat subjek duniawi; beban dihentikan pada dikala kemauan menyudahi; serta Jalur Penting Berunsur 8 membidik ke pencerahan. Jalur Penting Berunsur 8 mendatangkan pemikiran, penanganan, perkataan, sikap, mata pencaharian, upaya, atensi, serta Fokus yang sempurna.

Agama Budha Masa Kerajaan Hindu-Budha

Agama Buddha awal kali masuk ke Nusantara( saat ini Indonesia) dekat pada era ke- 5 Kristen bila diamati dari penginggalan prasasti- prasasti yang terdapat. Diprediksi awal kali dibawa oleh pengembara dari Cina bernama Fa Hsien.

Kerajaan Buddha awal kali yang bertumbuh di Nusantara merupakan Kerajaan Sriwijaya yang berdiri pada era ke- 7 hingga ke tahun 1377. Kerajaan Sriwijaya sempat jadi salah satu pusat pengembangan agama Buddha di Asia Tenggara.

Perihal ini nampak pada memo seseorang ahli dari Cina bernama I- Tsing yang melaksanakan ekspedisi ke India serta Nusantara dan menulis kemajuan agama Buddha disitu. Biksu Buddha yang lain yang mendatangi Indonesia merupakan Atisa, Dharmapala, seseorang guru besar dari Nalanda, serta Vajrabodhi, seseorang pengikut agama Buddha yang berawal dari India Selatan.

Di Jawa berdiri pula kerajaan Buddha ialah Kerajaan Syailendra, persisnya di Jawa Tengah saat ini, walaupun tidak sebesar dari Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan Syailendra berdiri pada tahun 775- 850, serta meninggalkan aset berbentuk sebagian candi- candi Buddha yang sedang berdiri sampai saat ini antara lain Candi Borobudur, Candi Mendut serta Candi Pawon.

Sehabis itu pada tahun 1292 sampai 1478, berdiri Kerajaan Majapahit yang ialah kerajaan Hindu- Buddha terakhir yang terdapat di Indonesia. Kerajaan Majapahit menggapai era kejayaannya kala dipandu oleh Hayam Wuruk serta Maha Patihnya, Gajah Mada.

Tetapi sebab terjalin keretakan dalam serta pula tidak terdapatnya penguasa pengganti yang membandingi kesuksesan Hayam Wuruk serta Gajah Mada, hingga Kerajaan Majapahit mulai hadapi kemunduran. Sehabis kejatuhan kerajaan Majapahit, hingga kerajaan Hindu- Buddha mulai tergeser oleh kerajaan- kerajaan Islam.

Dari mula masuknya agama Buddha di Nusantara paling utama pada era Kerajaan Sriwijaya, kebanyakan masyarakat pada wilayah itu ialah penganut agama Buddha, paling utama pada wilayah Nusantara bagian Jawa serta Sumatra.

Tetapi, sehabis bertumbuhnya kerajaan- kerajaan Islam di Indonesia, jumlah penganut agama Buddha terus menjadi menurun sebab tergantikan oleh agama Islam terkini yang dibawa masuk ke Nusantara oleh pedagang- pedagang yang tinggal di wilayah pantai.

Jumlah pemeluk Buddha di Indonesia pula tidak bertumbuh pada era kolonialisme Belanda ataupun kolonialisme Jepang. Apalagi pada era kolonialisme Portugis, pemeluk Buddha di Indonesia terus menjadi menurun sebab bangsa Eropa pula bawa pendakwah buat mengedarkan agama Kristen yang di Nusantara Indonesia.

Baca Juga : Sistem Agama Tradisional Afrika sebagai Dasar Pemahaman Perang Spiritual Kristen

Kerajaan Sriwijaya

Sriwijaya ialah suatu kerajaan bahari yang terletak di Sumatra, tetapi kekuasaannya menggapai Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Semenanjung Malaya, Thailand, Kamboja serta yang lain. Sriwijaya berawal dari bahasa Sanskerta, sri merupakan” bercahaya” serta vijaya merupakan” keberhasilan”.

Kerajaan Sriwijaya awal mula berdiri dekat tahun 600 serta bertahan sampai tahun 1377. Kerajaan Sriwijaya ialah salah satu kerajaan yang luang terabaikan, yang setelah itu dikenalkan kembali oleh ahli Prancis, bernama George Cœdès pada tahun 1920- an.

George Cœdès memberitahukan kembali sriwijaya bersumber pada penemuannya dari prasasti serta informasi dari Cina. Temuan George Coedes setelah itu dilansir dalam surat kabar berbicara Belanda serta Indonesia.

Serta semenjak dikala itu kerajaan sriwijaya ini mulai diketahui kembali oleh para warga. Lenyapnya berita hal kehadiran Sriwijaya disebabkan oleh sekurang- kurangnya jumlah aset yang dibiarkan oleh kerajaan sriwijaya saat sebelum ambruk. Sebagian pemicu runtuhnya Kerajaan Sriwijaya, ialah:

Serbuan dari Bangsa Chola dari Koromandel, India Selatan(1017&1025)

Serbuan ini sukses mempesona raja Sriwijaya serta setelah itu Bangsa Chola jadi berdaulat atas kerajaan Sriwijaya. Dampak dari serbuan ini, peran kerajaan Sriwijaya di nusantara mulai melemah.

Timbul kerajaan Melayu, Dharmasraya

Sehabis melemahnya kewenangan Bangsa Chola, setelah itu timbul kerajaan Dharmasraya yang mengutip ganti Semenanjung Malaya serta pula memencet kehadiran kerajaan Sriwijaya.

Kegagalan perang dari kerajaan lain

Alibi lain yang menimbulkan runtuhnya Sriwijaya ialah perang dengan kerajaan lain semacam Singosari, Majapahit dan Dharmasraya. Tidak hanya selaku pemicu runtuhnya Sriwijaya, perang ini pula menimbulkan banyak aset sriwijya yang cacat ataupun lenyap, alhasil kehadiran Kerajaan Sriwijaya terabaikan sepanjang sebagian era.

Kemajuan agama Buddha sepanjang era Sriwijaya bisa dikenal bersumber pada informasi I- Tsing. Saat sebelum melaksanakan riset ke Universitas Nalanda yang berada di India, I- Tsing ini melaksanakan bertamu ke kerajaan Sriwijaya.

Bersumber pada memo I- tsing, Sriwijaya ialah rumah untuk ahli Buddha, serta jadi pusat penataran agama Buddha. Perihal ini meyakinkan kalau sepanjang era kerajaan Sriwijaya, agama Buddhis bertumbuh amat cepat.

Tidak hanya itu I- tsing pula memberi tahu kalau di Sriwijaya ada gerakan Buddha Theravada( kadangkala diucap Hinayana) serta Mahayana. Serta setelah itu terus menjadi lama buddhisme di Sriwijaya menemukan akibat dari gerakan Vajrayana dari India.

Pesatnya kemajuan agama Buddhis di Sriwijaya pula dibantu oleh seseorang Guru besar Buddhis di Sriwijaya, ialah Sakyakirti, julukan Sakyakirti ini berawal dari I- tsing yang berteman dikala mampir di sriwijaya.

Tidak hanya Guru besar Buddhis, I- tsing pula memberi tahu terdapat akademi buddhis yang mempunyai ikatan bagus dengan Universitas Nalanda, India, alhasil terdapat lumayan banyak orang yang menekuni Buddhisme di kerajaan ini. Dalam catatannya, I- tsing pula menulis terdapat lebih dari 1000 pendeta yang berlatih buddhis di Sriwijaya.

Kerajaan Majapahit

Majapahit merupakan suatu kerajaan kuno di Indonesia yang sempat berdiri dari dekat tahun 1293 sampai 1500 Meter. Kerajaan ini menggapai pucuk kesuksesan pada era kewenangan Hayam Wuruk yang berdaulat dari tahun 1350 sampai 1389.

Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan Hindu- Buddha terakhir yang memahami Semenanjung Malaya serta dikira selaku salah satu dari negeri terbanyak dalam asal usul Indonesia.

Majapahit ini banyak meninggalkan tempat- tempat yang suci, sisa- sisa alat ritual keimanan era itu. Bangunan- bangunan bersih ini diketahui dengan julukan candi, kolam renang bersih( pertirtan) serta gua- gua pertapaan.

Bangunan- bangunan survey ini mayoritas bertabiat agama Siwa, serta sedikit yang bertabiat agama Buddha, antara lain Candi Ahli, Bhayalangu, Sanggrahan, serta Jabung yang bisa dikenal dari identitas arsitektural, arca- arca yang dibiarkan, relief candi, serta informasi tekstual, misalnya Arjunawijaya, Kakawin Nagarakretagama, Sutasoma, serta sedikit informasi prasasti.

Bersumber pada pangkal tercatat, raja- raja Majapahit pada biasanya berkeyakinan Siwa dari gerakan Siwasiddhanta melainkan Tribuwanattungadewi( bunda Hayam Wuruk) yang berkeyakinan Buddha Mahayana.

Walaupun sedemikian itu agama Siwa serta agama Buddha senantiasa jadi agama sah kerajaan sampai akhir tahun 1447. Administratur sah keimanan pada era rezim Raden Keagungan( Kertarajasa) terdapat 2 administratur besar Siwa serta Buddha, ialah Dharmadyaksa ring Kasiwan serta Dharmadyaksa ring Kasogatan, setelah itu 5 administratur Siwa di bawahnya yang diucap Dharmapapati ataupun Dharmadihikarana.

Pada era majapahit terdapat 2 novel yang menguraikan anutan Buddhisme Mahayana ialah Sanghyang Kamahayanan Mantrayana yang bermuatan hal anutan yang tertuju pada biarawan yang lagi ditahbiskan, serta Sanghyang Kamahayanikan yang bermuatan hal berkas pengajaran gimana orang bisa menggapai pembebasan. Utama anutan dalam Sanghyang Kamahayanikan merupakan membuktikan kalau wujud yang beragam dari wujud pembebasan pada dasarnya merupakan serupa.

Kelihatannya, tindakan sinkretisme dari pengarang Sanghyang Kamahayanikan terlihat dari pengidentifikasian Siwa dengan Buddha serta menyebutnya selaku” Siwa- Buddha”, bukan lagi Siwa ataupun Buddha, namun Siwa- Buddha selaku satu pemahaman paling tinggi.

Pada era Majapahit( 1292- 1478), sinkretisme telah menggapai puncaknya. Kayaknya gerakan Hindu- Siwa, Hindu- Wisnu serta Agama Buddha bisa hidup berbarengan. Ketiganya ditatap selaku wujud yang beragam dari sesuatu bukti yang serupa.

Siwa serta Wisnu ditatap serupa nilainya serta mereka ditafsirkan selaku” Harihara” ialah rupang( patung) separuh Siwa separuh Wisnu. Siwa serta Buddha ditatap serupa. Di dalam buku kakawin Arjunawijaya buatan Mpu Tantular misalnya dikisahkan kalau kala Arjunawijaya merambah candi Buddha, para pandhita menerangkan kalau para Jina dari arah alam yang ditafsirkan pada patung- patung itu merupakan serupa saja dengan penjelmaan Siwa.

Vairocana serupa dengan Sadasiwa yang mendiami posisi tengah. Aksobya serupa dengan Rudra yang mendiami posisi timur. Ratnasambhava serupa dengan Brahma yang mendiami posisi selatan, Amitabha serupa dengan Mahadewa yang mendiami posisi barat serta Amogasiddhi serupa dengan Wisnu yang mendiami posisi utara.

Oleh sebab itu, para bhikkhu itu berkata tidak terdapat perbandingan antara Agama Buddha dengan Siwa. Dalam buku Kunjarakarna dituturkan kalau tidak seseorang juga, bagus pengikut Siwa ataupun Buddha yang dapat menemukan terlanjur bila beliau merelaikan yang sesungguhnya satu, ialah Siwa- Buddha.

Pembaruan agama Siwa- Buddha pada era Majapahit, antara lain, nampak pada metode mendharmakan raja serta keluarganya yang meninggal pada 2 candi yang berlainan watak keagamaannya.

Perihal ini bisa diamati pada raja awal Majapahit, ialah Kertarajasa, yang didharmakan di Candi Sumberjati( Simping) selaku bentuk Siwa( Siwawimbha) serta di Antahpura selaku Buddha; ataupun raja kedua Majapahit, ialah Raja Jayabaya yang didharmakan di Shila Ptak(red. Sila Petak) selaku Wisnu serta di Sukhalila selaku Buddha. Perihal ini menampilkan kalau keyakinan di mana Realitas Paling tinggi dalam agama Siwa ataupun Buddha tidak berlainan.

Walaupun Buddhisme serta Hinduisme sudah menabur di Jawa Timur, kelihatannya keyakinan kakek moyang sedang menjadi peranannya dalam kehidupan warga. Perihal ini ditunjukkan dengan bentuk candi yang di dalamnya ada tempat penyembahan nenek moyang, yang berbentuk batu megalit, yang ditempatkan di teras paling tinggi dari tempat bersih itu.

Sehabis Kerajaan Majapahit hadapi kemunduran pada era akhir rezim Raja Brawijaya V( 1468- 1478) serta ambruk pada tahun 1478, hingga berdikit- dikit Agama Buddha serta Hindu digeser perannya oleh agama Islam.