Site icon Kagyu-Asia

Tipiṭaka Sebuah Kitab Yang Dimiliki Orang Buddha

Tipiṭaka Sebuah Kitab Yang Dimiliki Orang Buddha – Tripiṭaka (bahasa Pali: Tipiṭaka; bahasa Sanskerta: Tripiṭaka) ialah titel yang dipakai oleh bermacam panutan Buddhis buat melukiskan bermacam akta kanon mereka. Cocok dengan arti titel itu, Tripiṭaka pada mulanya memiliki 3″ bakul” ataupun 3″ golongan” hendak bermacam pengajaran: Sūtra Piṭaka, Vinaya Piṭaka serta Abhidharma Piṭaka.

Tipiṭaka Sebuah Kitab Yang Dimiliki Orang Buddha

kagyu-asia.com – Sutta Pitaka bermuatan kotbah- kotbah Buddha sepanjang 45 tahun membabarkan Dharma berjumlah 84. 000 sutta. Vinaya Pitaka bermuatan peraturan Bhikkhu/ ni, sebaliknya Abhidhamma Pitaka bermuatan ilmu metafisika serta filsafat Agama Buddha.

Sejarah

Sebagian minggu setelah Si Buddha berpulang (483 SM) seseorang Bhikkhu berusia yang tidak patuh bernama Subhaddha mengatakan:” Janganlah berbelasungkawa kawan- sahabat, janganlah meratap, disaat ini kita terbebas dari Pertapa Agung yang tidak hendak lagi memberitahu kita apa yang cocok buat dicoba serta apa yang tidak,

Baca Juga : Review Jejak Buddha Dan Sejarah Lingkungan Asia

yang membuat hidup kita mengidap, namun disaat ini kita bisa melakukan apa pula yang kita senangi serta tidak melakukan apa yang tidak kita senangi” (Vinaya Pitaka II, 284). Maha Kassapa Thera setelah menduga kata- tutur itu memberhentikan buat melaksanakan Pesamuan Agung( Konsili) di Rajagaha.

Dengan dorongan Raja Ajatasattu dari Magadha, 500 orang Arahat terkumpul di Gorong- gorong Sattapanni dekat Rajagaha buat mengakulasi panutan Si Buddha yang sudah dibabarkan sepanjang ini serta menatanya dengan tata cara analitis.

Yang Ariya Ananda, anak didik terdekat Si Buddha, menghasilkan bagian buat mengulang kembali khotbah- khotbah Si Buddha serta Yang Ariya Upali mengulang pada kejadian Vinaya. Dalam Pesamuan pada Agung Dini inilah yang akan digabungkan semua panutan yang disaat ini diketahui legal semacam Roman Bersih Tipitaka( Pali).

Mereka yang beranggapan panutan Si Buddha semacam itu dalam Roman Bersih Tipitaka( Pali) diucap Perawatan Keaslian Panutan sedemikian itu pula sabda Si Buddha yang terakhir:” Jadikanlah Dhamma serta Vinaya legal semacam pelita serta ajudan untuk dirimu”.

Pada mulanya Tipitaka( Pali) ini diwariskan dengan tata cara obrolan dari satu angkatan ke genarasi selanjutnya. Satu era sesudah itu ada sedompol Bhikkhu yang bernazar akan mengganti Vinaya. Hadapi upaya ini, para Bhikkhu yang mau mencegah

Dhamma- Vinaya sedemikian itu pula diwariskan oleh Si Buddha Gotama yang pada saat itu akan menyelenggarakan sebuah Pesamuan antara Agung Kedua dengan menggunakan dorongan Raja dari Kalasoka yang ada di Vesali, di mana isi Roman Bersih Tipitaka (Pali) diucapkan balik oleh 700 orang Arahat.

Golongan Bhikkhu yang menggenggam tidak berubah- ganti keaslian Dhamma- Vinaya ini memanggil diri Sthaviravada, yang besok diucap Theravãda.

Sebaliknya golongan Bhikkhu yang mau mengganti Vinaya memanggil diri Mahasanghika, yang besok bertumbuh jadi panutan Mahayana. Jadi, seera setelah Si Buddha Gotama berpulang, Agama Buddha dipecah jadi 2 panutan besar Theravãda serta Mahayana.

Pesamuan Agung Ketiga diadakan di Pattaliputta( Patna) pada era ketiga sesudah Si Buddha berpulang (249 SM) dengan rezim di dasar Kaisar Asoka Wardhana. Kaisar ini merangkul Agama Buddha serta dengan pengaruhnya banyak menolong penyebarkan Dhamma ke suluruh alam kerajaan.

Pada era itu, ribuan abal- abal( infiltran panutan hitam) masuk ke dalam Sangha dangan arti meyebarkan ajaran- panutan mereka sendiri buat meyesatkan pengikut.

Buat memberhentikan suasana ini, Kaisar menyelenggarakan Pesamuan Agung serta mensterilkan badan Sangha dari penyelundup- infiltran dan mengonsep pengiriman para Delegasi Dhamma ke negeri- negeri lain.

Dalam Pesamuan Agung Ketiga ini 100 orang Arahat mengulang kembali artikulasi Roman Bersih Tipitaka( Pali) sepanjang 9 bulan. Dari titik sorong Pesamuan inilah Agama Buddha bisa terhambur ke suluruh arah alam serta lapang sirna dari alam asalnya.

Pesamuan Agung keempat diadakan di Aluvihara( Srilanka) di dasar jaminan Raja dari Vattagamani Abhaya yang ada pada saat permulaan pada era yang keenam sesudah Si Buddha berpulang( 83 SM).

Pada peluang itu Roman Bersih Tipitaka( Pali) dituliskan buat dini kalinya. Tujuan klasifikasi ini yakni supaya seluruh orang mengenali keaslian Dhamma Vinaya.

Berikutnya Pesamuan Agung Kelima diadakan di Mandalay( Burma) pada permulaan era 25 sesudah Si Buddha berpulang( 1871) dengan dorongan Raja Mindon.

Kejadian berarti pada lama itu yakni Roman Bersih Titpitaka( Pali) diprasastikan pada 727 buah lempengan pualam( batu marmer) serta diletakkan di busut Mandalay.

Persamuan Agung keenam diadakan di Rangoon pada hari Visakha Membawa tahun Buddhis 2498 serta selesai pada tahun Buddhis 2500( tahun Kristen 1956). Dari dikala itu penterjemahan Roman Bersih Tipitaka( Pali) dicoba ke dalam sebagian bahasa Barat.

Legal semacam bonus wawasan bisa dikemukakan bila pada era dini sesudah Kristen, Raja Kaniska dari Afganistan melaksanakan Pesamuan Agung yang tidak dihadiri oleh golongan Theravãda.

Bertitik sorong pada Pesamuan ini, Agama Buddha panutan Mahayana bertumbuh di India serta sesudah itu meyebar ke negara Tibet serta Cina. Pada Pasamuan ini disetujui terdapatnya kitab- novel bersih Buddhis ini yang ada didalam Bahasa jenis Sanskerta dengan lebih banyak bonus antara sutra-sutra yang terkini yang tidak ada dalam Roman Bersih Tipitaka (Pali).

Dengan sedemikian itu, Agama Buddha panutan Theravãda dalam pertumbuhannya dari dini hingga disaat ini, tercetak di Indonesia, senantiasa melandaskan pendalaman serta pembabaran Dhamma- Vinaya

pada keaslian Roman bersih tipitaka (Pali) walhasil dengan sedemikian itu tidak terdapat kemiripan dalam Hal panutan antara Theravãda di Indonesia dengan Theravada di Thailand, Srilanka, Burma ataupun di negara- negara lain.

Hingga era ketiga setelah Si Buddha berpulang panutan Sthaviravada dipecah jadi 18 sub panutan, antara lain:Mahisasaka, Sarvastivada, Kasyapiya, Theravãda serta serupanya.

Pada dewasa ini 17 sub panutan Sthaviravada itu sudah sirna. Yang lagi bertumbuh hingga disaat ini cumalah panutan Theravãda( panutan para datuk). Dengan sedemikian itu julukan Sthaviravada tidak terdapat lagi.

Panutan Theravãda dan yang pada saat inilah yang dianut oleh beberapa negara- negara yang ada di Thailand, Burma, Srilanka, serta sesudah itu bertumbuh di Indonesia serta negara- negara lain.

Rapat Agung I( Konsili I)

Rapat Agung I diadakan pada tahun 543 SM( 3 bulan setelah bulan Mei) serta berjalan sepanjang 2 bulan. Rapat ini dipandu oleh Betul. Maha Kassapa serta dihadiri oleh 500 orang Bhikkhu yang seberinda Arahat. Rapat diadakan di Goa Satapani di kota Rajagaha. Patron rapat agung ini yakni Raja Ajatasatu.

Tujuan dari rapat dini ini yakni buat menghimpun panutan Si Buddha yang diajarkan pada orang yang berbeda, di tempat yang berbeda serta dalam lama yang berbeda. Mengulang Dhamma serta Vinaya supaya panutan Si Buddha senantiasa asli, kokoh, melampaui ajaran- panutan yang lain. Y. A. Upali mengulang pada Vinaya serta Y. A. Ananda mengulang Dhamma.

Kesimpulan dari rapat dini ini yakni Sangha tidak hendak mengakhiri situasi mana yang membutuhkan dihapus serta situasi mana yang wajib dilaksanakan, pula tidak hendak tingkatkan apa- apa yang sudah terdapat. Memeriksa Y. A. Ananda. Mengucilkan Chana. Agama Buddha lagi utuh.

Rapat Agung II( Konsili II)

Rapat Agung II diadakan pada tahun 443 SM( 100 tahun sesudah yang I) serta berjalan sepanjang 4 bulan. Dipandu oleh Betul. Revata serta dibantu oleh Betul. Yasa dan dihadiri oleh 700 Bhikkhu.

Rapat diadakan di Vesali. Patron rapat agung ini yakni Raja Kalasoka. Rapat kedua ini diadakan sebab sedompol Bhikkhu Sangha( Mahasanghika) menginginkan buat memperlunak Vinaya yang amat keras( namun tenggelam).

Dalam rapat kedua ini kesalahan- kelalaian Bhikkhu- Bhikkhu dari golongan Vajjis yang melangggar pacittiya diulas, diakui bila mereka sudah melanggar Vinaya serta 700 Bhikkhu yang mencuat berikan ketahui harmonis.

Klise Vinaya serta Dhamma, yang diketahui dengan julukan” Satta Sati” ataupun” Yasathera Sanghiti” sebab Bhikkhu Yasa dikira berjasa dalam pemikiran pemurnian Vinaya.

Rapat Agung III( Konsili III)

Diadakan pada tahun+/- 313 SM( 230 tahun setelah rapat I). Dipandu oleh Y. A. Tissa Moggaliputta. Rapat diadakan di Pataliputra. Patron Rapat Agung ini yakni Raja Asoka dari Golongan Mauriya.

Tujuan rapat ini yakni buat membenahi kemiripan pemikiran yang mengaktifkan keretakan Sangha. Mengecek serta penuhi Roman Bersih Pali( membersihkan Panutan Si Buddha).

Raja Asoka berambisi supaya para Bhikkhu melaksanakan ritual Uposatha masing- masing bulan, supaya Bhikkhu Sangha bersih dari oknum- orang per orang yang berarti tidak bagus.

Rapat ini menciptakan ketetapan buat memidana Bhikkhu- Bhikkhu selebor. Panutan Abhidhamma diulang spesial oleh Y. A. Maha Kassapa, walhasil lengkaplah penafsiran Tipitaka( Vinaya, Sutta, serta Abhidhamma).

Jadi penafsiran Tipitaka mulai komplit( mencuat) pada Konsili III. Y. A. Tissa memilah 10. 000 orang Bhikkhu Sangha yang betul- betul sudah menguasai Panutan Si Buddha buat menghimpun Panutan itu jadi Tipitaka serta perhimpunan itu berjalan sepanjang 9 bulan.

Baca Juga : Agama dan Pendidikan di Seluruh Dunia

Pada dikala itu Sangha telah dipecah 2, ialah: Theravãda( Sthaviravada) serta Mahasanghika. Kebalikannya itu terdapat pakar asal ilham yang berkata bila pada Konsili III ini bukan ialah konsili umum, namun cuma ialah sesuatu konsili yang diadakan oleh Sthaviravada.

Rapat Agung IV( Konsili IV)

Diadakan pada era rezim Raja Vattagamani Abhaya( tahun 101- 77 SM). Dipandu oleh Y. A. Rakhita Mahathera serta dihadiri oleh+/- 500 Bhikkhu. Rapat diadakan di Alu Vihara( Aloka Vihara) di Dusun Matale.

Tujuan dari rapat keempat ini yakni mencari penindakan sebab memandang terbentuknya kemungkinan- bisa jadi yang mengecam Ajaran- panutan serta kebudayaan- kebudayaan Agama Buddha oleh pihak- pihak lain.

Ketetapan rapat ini yakni biar Tipitaka disempurnakan pandangan serta detailnya dan menggoreskan Tipitaka serta komentarnya di atas daun melemparkan. Konsili ini diakui legal semacam konsili yang ke IV oleh panutan Theravãda.

Exit mobile version